Saturday, June 20, 2009

Dari Sang Pemasang Spanduk

Stop Dreaming Start Action

Kisah Seorang Pebisnis online dan pebisnis offline

Pagi itu, 06 juni 2009, pukul setengah dua. Bibir seorang pejalan Kaki yang yang selalu mengucapkan Stop Dreaming Start Action. Langit sebentar gelap sebentar terang. Alam meradang, hujan turun begitu lebat. Kanan-kiri jalan tergenang air. Pantulannya berloncatan hingga ke bibir jalan. Daun pohon pisang bergoyang kencang. Angin pagi itu memang sangat tergessa-gesa. Tapi di jalan itu, beberapa orang tampak sibuk memasang spanduk,.

apa nama Spanduk Itu?

Bermanfaatkah spanduk itu?.

ya.. sangat bermanfaat untuk aku pada khususnya dan bagi orang yang membaca pada umumnya, Spanduk Itu berbunyi STOP DREAMING START ACTION, kata kata itu yang muncul ketika kita brousing diInternet tentang internet marketing, dari seorang marketer kawakan joko Susilo.ST

Dua diantaranya menaiki tiang pancang. Yang lain memperhatikan, lalu memberi arahan. Ada juga yang menembakan senter kearah dua orang yang di atas tiang. Sisanya, nampak memberesi perlengkapan yang sengaja mereka bawa; golok, tambang, cutter, tang, kawat dan sebagainya. Jika berteduh dikamar saja sudah dingin, maka tak berlebihan, bila dipagi dengan cuaca buruk itu, apa yang dialami mereka dikatakan melampaui batas dingin.

Apa yang sesungguhnya mereka cari? Tidak sadarkah mereka bahwa udara yang terlampau dingin buruk untuk kesehatan? Ataukah mereka tdak meraba kemungkinan bahwa spanduk itu, karena gagal menarik perhatian, bahkan tidak dilirik sama sekali. Atau barangkali pagi harinya, sebelum mereka bangun spanduk yang dipasang dengan susah payah itu sudah dipreteli pamong praja? Sehingga mereka bekerja seolah keberhasilan di depan mata? Entahlah. Yang jelas, dari semangatnya mereka tampak bekerja dengan keyakinan. Mungkin harapan. Bahwa orang yang kebetulan lewat di jalan itu akan membaca dengan seksama, lalu tahu, dan memberitahukan pada sanak saudaranya, tetangganya dan siapapun yang ia kenal, apa yang tertulis di spanduk itu. Dengan begitu, spanduk yang mereka pasang tidak sia-sia. Dan apa yang mereka coba informasikan lewat spanduk itu sampai pada khalayak. Dengan demikian, kerja mereka, sukses.

Sebegitu hebatkah kekuatan harapan, Sehingga para pemasang spanduk itu seolah mati rasa? Jawabannya, tentu bisa iya bisa tidak. Tapi seorang diantara mereka berkata lantang,” ayo, spanduk yang belum dipasang masih banyak!!” padahal hujan masih lebat, angin berlari cepat. Ada apa dengan orang-orang ini?

Seorang trainer yang kini di puncak popularitas berkata di depan para pengusaha. Layaknya trainer, tentu bicaranya sedikit dramatik. “saingan terberat anda adalah orang yang pandai menjaga mimpinya. Mimpi itu tak menguap, bahkan ketika terjaga. Karena orang seperti ini memiliki harapan besar. Dan dengan sendirinya, kekuatannya pun juga besar,”begitu katanya.

Perkataan si trainer solah-olah menegaskan adanya garis lurus antara mimpi dan harapan, sekaligus hubungan erat antara harapan dan kekuatan. Tapi benarkah itu?

Mimpi, harapan, kekuatan, adalah perkara-perkara abstrak. Orang boleh berkata, mimpi saya adalah punya rumah mewah atau saya punya harapan berkecan dengan Luna Maya, atau mengaku memiliki kekuatan sebesar banteng, tapi ketika ditanya, dapatkah anda melihat semua itu dengan mata telanjang? Orang paling optimis pun tentu akan geleng kepala.

Karena abstrak itulah, alat deteksinya tidak ada. Satu-satunya cara untuk meihat bahwa seseorang bermimpi menjadi presiden adalah, adakah cara yang ia tempuh, dengan serius, untuk menuju kesana. Satu-satunya jalan agar kita tahu bahwa seseorang punya kekuatan seperti banteng adalah dengan melihat aksinya. Bisakah ia meghancurkan tembok sekali tubruk, misalnya.

Dengan demikian, hal yang abstrak membutuhkan akibat. Keberadaannya tidak berdiri sendiri. Untuk “ada”, ia membutuhkan sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk kearah sana. Petunjuk itu adalah kerja nyata. Orang yang berkata saya bermimpi punya mobil bagus tapi tidak ada upaya untuk mendapatkannya, berarti mimpinya adalah dusta, jadi apa artinya? Berhentilah Bermimpi, Lakukanlah sebuah langkah untuk maju.

Karena absrak itu pula, mencari hubungan diantara ketiganya sulit. Karena sulit itu, ada atau tidak adanya pertalian itu tidak bisa di ukur. Donald Trump adalah pemimpi. Ia konsisten dengan mimpinya, dan sukses. Sahabat saya pun adalah pemimpi, setiap hari ia membuat peta masa depannya. Tapi entah karena apa, sampai sekarang efeknya belum terlihat.

Tapi sayangnya, mimpi menyiratkan tempat yang jauh. Dalam arti, ada jarak bermil-mil antara kualitas pribadi dengan apa yang diinginkan. kebutaan melihat kualitas pribadi, sering menjadi penyebab mimpi itu terus tumbuh, berakar dan hanya berhenti sebagai mimpi.

Mungkin karena hal inilah, predikat pemimpi berkonotasi buruk ditelinga kita. Orang yang hanya duduk, berkhayal, berharap tanpa berbuat dan bingung menentukan apa yang seharusnya dilakukan. Ketika duduk, ia merasa mimpinya begitu dekat. Tapi ketika menginjakan kakinya di atas tanah, ia baru sadar bahwa ternyata apa yang ia impikan teramat jauh. Beruntung jika sekali injak ia sadar dengan letak tumitnya. Karena tak jarang, proses menuju “sadar”ini berlangsung berulang-ulang. Pun tidak sedikit, orang yang justru memilih surut lalu kembali duduk karena takut. Atau merasa nyaman karena merasa mimpinya tinggal sejengkal.

Lalu, apakah bermimpi dan berharap besar, merupakan tindakan keliru? Boleh jadi tidak. Tapi setibanya di sebuah warung makan 24 jam, orang-orang yang memasang spanduk tadi tidak berbicara soal dapat penghargaan. Mereka hanya bicara tentang kemiripan antara pengalaman yang mereka lalui dengan film Godzilla, lalu tertawa ramai, kemudian sedikit berujar,” alhamdulillah kelar..”. Harapan agar spanduk itu bisa dibaca dengan seksama pun barangkali cuma harapan sepintas, lebih-lebih bermimpi disebut “pahlawan pemasang spanduk”. Boleh jadi, mimpi itu lewat dihalaman rumah mereka saja tidak, apalagi mengetuk pintu.


No comments: