Fadjroel Rachman, Mariana, Bob Febrian, dan enam partai politik (parpol) yang terdiri dari Partai Hanura, Partai Demokrasi Pembaruan, Partai Indonesia Sejahtera, Partai Buruh, Partai Peduli Rakyat Nasional, serta Partai Republikan duduk bersama sebagai Pemohon di ruang sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (23/12). Mereka memohon kepada MK untuk melakukan uji materi terhadap Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres).
“Pasal tersebut menjadikan parpol sebagai satu-satunya mekanisme jalur pencalonan calon presiden (capres)–calon wakil presiden (cawapres), dan menutup hak warga negara untuk mengusulkan sendiri calon pemimpinnya,†jelas Taufik Basari,Kuasa Hukum Fadjroel Rachman; Mariana; dan Bob Febrian.
Secara lengkap, ketiga pemohon perseorangan ini memohon uji materi Pasal 1 ayat (4) sepanjang mengenai frasa “yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politikâ€, Pasal 8 sepanjang mengenai frasa “oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politikâ€, Pasal 9 sepanjang mengenai frasa “oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPRâ€, dan Pasal 13 ayat (1) UU Pilpres.
Sebagai perorangan warga negara Indonesia, ketiga Pemohon ini berpendapat bahwa UUD 1945 tidak melarang pasangan capres dan cawapres independen atau melalui jalur nonparpol. Ketentuan yang diatur dalam Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 bukan merupakan penghalang bagi capres dan cawapres perseorangan atau independen, juga tidak dapat diartikan sebagai larangan untuk mengusulkan pasangan capres-cawapres di luar usulan parpol atau gabungan parpol.
Permohonan ketiga warga negara ini diperkuat dengan permohonan enam parpol atas Pasal 9 UU a quo. “UUD 1945 mengatur bahwa pasangan capres-cawapres diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu sebelum pelaksanaan Pemilu. Titik. Tidak ada tambahan syarat lagi,†ucap Wiranto selaku Ketua Umum Partai Hanura dalam jumpa pers seusai persidangan.
Wiranto menyebutkan, angka 20 dan 25 persen itu membuat alternatif calon pemimpin menjadi lebih kecil. Hak rakyat untuk memilih calon pemimpinnya telah dikebiri oleh aturan yang tidak memberikan kesempatan yang luas bagi rakyat untuk memilih calon pemimpinnya. “Dalam prinsip demokrasi, kedaulatan itu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Karena itu, jangan hambat hak pilih rakyat dengan aturan-aturan yang membatasi. Beri rakyat kesempatan yang luas. Siapa yang terpilih, itu nanti. Dalam pemilihan capres-cawapres ini, mari bicara kualitas. Jangan bersaing dengan menciptakan batasan-batasan yang menghambat,†tegas Wiranto akhirnya. (Kencana Suluh Hikmah)
No comments:
Post a Comment